Tak bisa kupungkiri
memang, beberapa hari ini aku terus mencoba menentramkan jiwa, menyelimuti
kalbu yang mulai tertoreh. Menutupi kegelisahan yang aku sendiri tak
memahaminya. Aku melangkah setapak, namun kalut itu masih ada. Kembali ku
gelengkan kepala, berharap bayangan yang tak berwujud itu segera hilang
meninggalkan diriku. Aku menjerit pelan " Pergilah, aku mohon..." .
Terasa ruang ini begitu sempit. Padahal sebelumnya aku sangat mencintai ruang
ini, disinilah tempatku menghilangkan jenuh hari-hariku, melepaskan gerutuan
yang kudapat dijalanan. Kini, ia tak berarti apa-apa. Seolah ada tempat lain
yang lebih nyaman bagiku, dan aku bisa tenang disana. Yup, jelas tempat itu memang
ada, Firdaus Nya. Lantas, apa saat ini detik penantian itu sudah dekat? Rabb,
hatiku memang gelisah, tapi aku tidak ingin mengahdapMu dalam kondisi seperti
ini.
Jiwaku benar-benar
carut marut. Aku duduk diatas kursi kesayanganku. Dimana aku melayang kedunia
maya, disana aku terbang kemanapun yang aku inginkan, dan disana pula tempatku
menoreh banyak cerita, menyampaikan pesan hati lewat tulisan untuk orang
banyak. Kugoyangkan penaku perlahan. Tercoret tanpa arah. Tanpa makna. Namun,
bagiku coretan itu begitu menyimpan makna. Sebegitukah keadaan hatiku saat ini?
Fuih,,,aku tak menemukan ide untuk berpesta pora dengan kata-kata indah yang
biasa ku tulis. Kemudian aku bangkit, berjalan kesana kemari. Seandainya
sahabatku Rahmi ada disini seperti biasa menemani hari-hariku, pasti ia bingung
dan linglung melihatku seperti ini. Tapi keberadaannya pasti bisa sedikit
membantuku mengemban kegelisahan ini. Hari ini ia tiada, ia sedang birrul
walidain mengunjungi orang tua tercinta di kampung halaman, dan aku tidak
berhak melarangnya.
Kuhentikan langkah.
Kumelihat kesekeliling. Ah, kenapa aku tidak mengaji saja. Akhirnya aku
tersenyum indah, aku tahu apa yang akan aku lakukan saat ini. Segera aku
beranjak ke kamar mandi ingin berwudhu, berusaha menentramkan kegalauan hati.
Rabb, kesejukan ini sungguh bermakna. Pujian ku hantur syahdu untuk Nya. Kuraih
Mushaf Merah marunku, yang selalu bisa membuat bibirku basah indah dengan
menghayati tiap katanya. Kumulai dengan kalimat ta'awudz dan basmalah untuk
memasuki dunia kalam Nya. Tetesan embun memenuhi ruang jiwaku, menyejukkan
jiwaku yang sedang meronta galau. Terasa begitu indah. Air mataku mulai jatuh,
bening itu jatuh begitu saja, tanpa paksaan, tanpa rekayasa. Semakin ku
memperpanjang bacaan, semakin deras ia bercucuran, menandakan sebegitu beratnya
beban hatiku saat ini. Allah aku begitu merindukanMu. Sungguh!!!
Bingung. Lagi-lagi aku
seperti ini. Aku merasa dunia saat ini sungguh tidak bersahabat. Bagiku dunia
tidak lagi ramah. Walaupun aku tak tahu kapan ia pernah ramah. Aku bosan, bosan
melihat prioritas manusia yang selalu hanya memikirkan dunia. Walau aku tidak
mungkin juga lari dari dunia. Walau aku masih saja larut dalam aktifitas
manusiawi yang tak bermakna. Itulah sebabnya aku merasa bosan. Dunia. Wajah
aneh penuh rasa. Ada kebahagiaan, kekejaman, kesadisan dan banyak lainnya yang
tak bisa kusebutkan, lebih tepatnya tak ingin kusebutkan. Dunia. Ladang
fatamorgana yang manusia tak bisa lari darinya. Memang, tak mungkin terhindar
darinya. Sebab kasat mata yang terlihat hanya dunia saja. Ladang akhirat akan
hadir setelah adanya perenungan.
Aku sepi. Aku tak mengerti
apa aku benar-benar lelah menghadapi dunia ini. Aku kembali merenungi niat yang
aku miliki. Apa ia begitu suci? Apa ia sudah lurus? Apa ia sudah layak untuk
memperoleh janji FirdausNya? Atau apa ia hanya nafsu dunia saja? Hanya tuntutan
yang belum mengenal arah. Entahlah...
" Dunia memang
indah, lebih indah dari hayalan seorang putri raja dikala menanti sang pangeran. Ia kebahagiaan
dan kesenangan. Sahabatku Rini, dunia itu hanya tipuan, keindahannya hanya
sementara, ia tak menjanjikan apapun, walau kita sudah memperoleh kebahagiaan
dari padanya, namun belum pasti bisa kita bawa hingga ke akhirat. Rin,,,
sungguh aku begitu mencintai mu karena Allah, aku tahu kau seperti ini bukan
karena ketidakpercayaanmu pada janji Allah, bahkan kau lebih tau tentang itu
dari pada aku, kau sahabat yang luar biasa Rin, jangan kau biarkan dirimu kalut
dalam kegalauan seperti ini. Jika memang kau lelah, berbuatlah satu hal yang
bagimu itu lebih baik kau kerjakan saat ini sebab kau takut akan meninggalkan
semuanya. Sahabatku,,,Aku tahu siapa dirimu, ambillah ia, dan kerjakanlah ia,
jika itu adalah ahsanul amal bagimu. Jangan pedulikan bisikan-bisikan itu, itu
hanya akan membuatmu ragu untuk melangkah. Sobat, aku percaya kau tidak akan
salah pilih. Karena aku tahu berapa besarnya rasa cinta dalam hatimu untuk Sang
Rabb. Rin, aku akan kembali dalam minggu ini, aku harap kau sabar menunggunya.
Aku rindu mendengar celotehanmu, suara tawamu, dan pujianmu itu. Ahibbak
fillah....."
Aku menangis tersedu.
Allah, terima kasih Kau telah memberiku seorang sahabat yang begitu mengerti
aku. Aku begitu mencintainya Rabb. Dia yang selalu membantuku menghapus butir
kegelisahan hati, dan menguatkan kasihku pada Mu. Pesan itu begitu panjang, ia
sahabatku rela mengirimkan pesan panjang itu lewat SMS yang pasti banyak
menghabiskan layar. Namun, itu sangat bermakna bagiku. Hatiku yakin kini.
Mantap pada keputusan yang akan aku lakukan untuk menghapus semua goyah kalbu
ini. Aku khawatir, jika aku tak melakukannya, aku akan lebih parah dari ini.
Bismillah,,Rabb
terimalah niat lurus ku ini. Tak ada lain yang kuinginkan selain ridha Mu saja.
Sungguh hanya itu Allah.
Sujud takzim ku
persembahkan untuk Nya. Kali ini aku merasa sujud ini begitu berkesan. Wahai
dunia dengan segala perangkatmu, aku ingin sejenak melupakanmu, meninggalkan
harapan dan bayangan serta nafsu yang selama ini melekat di dinding jiwaku. Tak
ada janji apapun yang mengikatku, selain hanya janji dari Nya saja.
Kuhapus air mata ini.
Kuharap tetesan ini menghapus khilaf yang aku lalui. Kini, hatiku mantap sudah,
melangkah maju ke Darul Hufadz, tanah impianku selama ini. Moga saja Aku bisa
menghilangkan Hubbud dunya yang ada dalam jasadku selama ini. Allah, aku datang
untuk memelihara kalam Mu, seperti yang pernah dilakukan oleh para sahabat
dulu. Faidza ‘azzamta fatawakkal ‘alalllah. Bismillah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar